Pada dasarnya manusia tidak akan pernah lepas dari yang namanya komunikasi antara yang satu dengan yang lainnya. Terkadang pula untuk suatu keperluan, atau hanya sekedar berbasa-basi saja.
Kadang kala adab dalam bercakap-cakap ini diabaikan saja, sehingga tidak sedikit telah membuat kesal dan tersinggung lawan bicaranya.
Kadang kala adab dalam bercakap-cakap ini diabaikan saja, sehingga tidak sedikit telah membuat kesal dan tersinggung lawan bicaranya.
Dalam kita berbicara, tetap harus memakai perhitungan papan-empan, artinya mengingat waktu, tempat, suasana dan dengan siapa kita berbicara, lagi siapa-siapa yang hadir dalam pembicaraan itu. (Pegawai, pedagang, pemimpin politik, orang dari partai lain, dan sebagainya).
Hati-hati menyambut pembicaraan orang lain. Sungguh kurang sopan jika menonjol-nonjol berbicara ketika orang lain belum selesai dari pembicaraannya.
Oleh karena itu, agama Islam mengajarkan cara bercakap-cakap yang baik.
Ada beberapa etika yang perlu diperhatikan agar percakapan kita menjadi berfaedah dan penuh hikmah.
Ada beberapa etika yang perlu diperhatikan agar percakapan kita menjadi berfaedah dan penuh hikmah.
Etika Bercakap-cakap.1. Berbicara dengan santun.
Tak jarang ada seorang yang banyak berbicara mengenai segala hal tanpa ada faedahnya sama sekali, seolah hanya dialah yang paling tahu dan ahli dalam segala bidang.
Tak jarang ada seorang yang banyak berbicara mengenai segala hal tanpa ada faedahnya sama sekali, seolah hanya dialah yang paling tahu dan ahli dalam segala bidang.
Ia menganggap diamnya seseorang yang ada di depannya menandakan bahwa ia kagum dengan pembicaraannya, sehingga ia pun memperpanjangnya.
Dari Abu Tsa’labah al-Khusyani bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat denganku di kahirat adalah yang terbaikakhlaknya di antara kalian, dan yang paling jauh dariku di akhirat adalah yang paling jelek akhlaknya, yang banyak bicara, yang sombong lagi suka mengejek orang.”
(HR. Ahmad).
Dari Abu Tsa’labah al-Khusyani bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat denganku di kahirat adalah yang terbaikakhlaknya di antara kalian, dan yang paling jauh dariku di akhirat adalah yang paling jelek akhlaknya, yang banyak bicara, yang sombong lagi suka mengejek orang.”
(HR. Ahmad).
Dengan kata lain, bila ingin dekat dengan Rasulullah SAW di akhirat kelak, maka baguskanlah akhlak, jangan banyak bicara dan jangan sombong apalagi suka mengejek orang lain.
Sesungguhnya adab dan kesopanan menurut kebiasaan orang adalah dengan memberi kesempatan yang lain berbicara, karena mereka semua memiliki bagian untuk itu.
Kecuali bagi anak-anak kecil dengan orang tua, hendaknya mereka memlihara adab dengan tidak banyak berbicara kecuali sebagai petunjuk jawaban untuk lainnya.
(Ar-Riyadhah).
2. Tidak Memuji Diri Sendiri atau keluarga.
Islam melarang berbicara mengangkat diri sendiri hanya sekedar untuk suatu kebanggaan. Termasuk dalam hal ini adalah membicarakan kecerdasan anaknya, kekayaan, atau tentang kegesitan istrinya mengatur rumah tangga.
Kecuali bagi anak-anak kecil dengan orang tua, hendaknya mereka memlihara adab dengan tidak banyak berbicara kecuali sebagai petunjuk jawaban untuk lainnya.
(Ar-Riyadhah).
2. Tidak Memuji Diri Sendiri atau keluarga.
Islam melarang berbicara mengangkat diri sendiri hanya sekedar untuk suatu kebanggaan. Termasuk dalam hal ini adalah membicarakan kecerdasan anaknya, kekayaan, atau tentang kegesitan istrinya mengatur rumah tangga.
Pada dasarnya memuji diri sendiri adalah terlarang, sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surat An-Najm ayat 32.
Allah SWT berfirman,
Allah SWT berfirman,
الَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الإثْمِ وَالْفَوَاحِشَ إِلا اللَّمَمَ إِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِ هُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ إِذْ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَإِذْ أَنْتُمْ أَجِنَّةٌ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
Artinya:
“(yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunanNya. dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.”
“(yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunanNya. dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.”
Memuji diri sendiri menurut An-Nawawi dibagi menjadi 2 macam:
Yang Tercela, yaitu ia menceritakannya untuk kebanggaan, menampakkan kelebihan dan tampil beda dengan yang lain.
Yang Terpuji, jika hal itu diceritakan untk suatu kemaslahatan agama seperti amar ma’ruf nahi munkar dan sebagainya.
Yang Tercela, yaitu ia menceritakannya untuk kebanggaan, menampakkan kelebihan dan tampil beda dengan yang lain.
Yang Terpuji, jika hal itu diceritakan untk suatu kemaslahatan agama seperti amar ma’ruf nahi munkar dan sebagainya.
3. Hati-hati ketika Bicara
Ketika berbicara berhati-hatilah agar tidak menyinggung perasaan orang yang diajak bicara.
Amr bin Al-Ash berkata,
“Ketergelinciran kaki adalah tulang yang bisa diluruskan, sedangkan ketergelinciran lisan tidak meninggalkan (orang yang hidup kecuali akan dibinasakan) dan membiarkan (orang mati kecuali pasti akan dihidupkan kembali).
(Bahjatul Majalis).
Ketika berbicara berhati-hatilah agar tidak menyinggung perasaan orang yang diajak bicara.
Amr bin Al-Ash berkata,
“Ketergelinciran kaki adalah tulang yang bisa diluruskan, sedangkan ketergelinciran lisan tidak meninggalkan (orang yang hidup kecuali akan dibinasakan) dan membiarkan (orang mati kecuali pasti akan dihidupkan kembali).
(Bahjatul Majalis).
4. Tidak Terlalu Banyak Bertanya yang tidak Perlu.
Terlalu banyak bertanya yang tak perlu serta terlalucepat menjawab suatu pertanyaan juga merupakan hal yang harus direnungkan untuk dilaksanakan dalam adab bercakap-cakap.
Terlalu banyak bertanya yang tak perlu serta terlalucepat menjawab suatu pertanyaan juga merupakan hal yang harus direnungkan untuk dilaksanakan dalam adab bercakap-cakap.
Bukankah termasuk aib juga jika seseorang terlalu cepat menjawabsuatu pertanyaan sebelum yang bertanya tadi menyelesaikan peratanyaannya.
Umar bin Abdul Aziz berkata,
“ada dua perangai yang tidak akan menjauhkanmu dari kebodohannya, yaitu terlalu cepat berpaling dan menjawab.
(Uyunul Akhbar).
5. Tidak Melayani Pe,bicara Rendahan dan Pandir.
Dari Ibnu Abbas ra berkata,
“Janganlah engkau bertengkar dengan orang penyantun dan orang pandir, karena ornag penyantun akan membencimu dan orang pandir akan menyakitimu.”
(Kitab Al-Uzlah).
Umar bin Abdul Aziz berkata,
“ada dua perangai yang tidak akan menjauhkanmu dari kebodohannya, yaitu terlalu cepat berpaling dan menjawab.
(Uyunul Akhbar).
5. Tidak Melayani Pe,bicara Rendahan dan Pandir.
Dari Ibnu Abbas ra berkata,
“Janganlah engkau bertengkar dengan orang penyantun dan orang pandir, karena ornag penyantun akan membencimu dan orang pandir akan menyakitimu.”
(Kitab Al-Uzlah).
أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
Artinya:
Maka Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.
(Al-A’raf: 99).
Maka Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.
(Al-A’raf: 99).
6. Bicara Sesuai dengan Situasi dan Kondisi.
Tidaklah layak sama sekali jika seseorang bergurau di kala tema pembicaraan sangat serius atau berusaha membuat orang tertawa.
(kitab Ar-Riyadha an Nadhirah).
Tidaklah layak sama sekali jika seseorang bergurau di kala tema pembicaraan sangat serius atau berusaha membuat orang tertawa.
(kitab Ar-Riyadha an Nadhirah).
7. Ketahui jika Lawan Bicara Bosan.
Ibnu Mas’ud berkata,
“Ajaklah bicara orang selama ia menghadapkan diri kepadamu dengan pendengarannya dan memperhatikanmu dengan pandangannya. Jika engkau melihat mereka bosan, maka berhentilah bicara.”
(Zahrul Adab).
Ibnu Mas’ud berkata,
“Ajaklah bicara orang selama ia menghadapkan diri kepadamu dengan pendengarannya dan memperhatikanmu dengan pandangannya. Jika engkau melihat mereka bosan, maka berhentilah bicara.”
(Zahrul Adab).
8. Menghargai Pembicaraan Seseorang sekalipun lebih tahu.
Mu’adz bin Sa’ad Al-A’war berkata,
“Saya pernah duduk di samping Atha bin Abi Rabah, lalu ada seseorang yang yang menyampaikan suatu hadits. Atha pun marah dan berkata, Perangai apa ini. Sungguh saya mendengar hadits dari orang lain sedangkan saya lebih mengetahui tentang hadits tersebut, tetapi saya perhatikan kepada orang itu seolah-olah saya tidak tahu apa-apa.”
(Raudhatul Uqola).
Mu’adz bin Sa’ad Al-A’war berkata,
“Saya pernah duduk di samping Atha bin Abi Rabah, lalu ada seseorang yang yang menyampaikan suatu hadits. Atha pun marah dan berkata, Perangai apa ini. Sungguh saya mendengar hadits dari orang lain sedangkan saya lebih mengetahui tentang hadits tersebut, tetapi saya perhatikan kepada orang itu seolah-olah saya tidak tahu apa-apa.”
(Raudhatul Uqola).
9. Tidak meninggalkan Teman duduknya hingga menyelesaikan pembicaraan.
10. Jangan terlalu cepat Memvonis.
11. Berusaha bercakap-cakap dengan anak-anak kecil.
Berguna untuk melatihnya berbicara, menambah pengalaman dan pengetahuan mereka, meguatkan akal serta menambah keberanian dan kepercayaan diri.
11. Berusaha bercakap-cakap dengan anak-anak kecil.
Berguna untuk melatihnya berbicara, menambah pengalaman dan pengetahuan mereka, meguatkan akal serta menambah keberanian dan kepercayaan diri.
12. Tidak mengeraskan suara ketika berada di Majelis.
13. Hindari Membicarakn wanita dan makanan.
Dalam kitab Siyar A’lam an nubala bahwa Ahnaf bin Qais berwasiat,
“Jauhkanlah majelis kita dari membicarakan waita dan makanan. Saya tidak suka orang yang gemar menyifati kemaluan dan perutnya.”
Dalam kitab Siyar A’lam an nubala bahwa Ahnaf bin Qais berwasiat,
“Jauhkanlah majelis kita dari membicarakan waita dan makanan. Saya tidak suka orang yang gemar menyifati kemaluan dan perutnya.”